Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa. Mengingat pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (kesamaan); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut model pembelajaran ARIAS.
Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Kelima komponen yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran diantaranya :
a. Assurance (Percaya diri)
Berhubungan dengan sikap percaya dan yakin akan berhasil. Sikap ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Beberapa cara yang bisa dilakukan oleh guru untuk menumbuhkan sikap ini adalah dengan membantu siswa menyadari strengths (kekuatan) dan weakness (kelemahan) diri serta menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri.
Seseorang yang mempunyai sikap percaya diri tinggi cenderung akan mencapai keberhasilan bagaimanapun kemampuan yang dimilikinya. Sikap dimana seseoarang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut.
Sikap percaya, yakin atau harapan besar akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan. Siswa yang mempunyai sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya, serta cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus-menerus. Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan suatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain.
b. Relevance (Kesamaan)
Berhubungan dengan kehidupan siswa, Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu yang memiliki kesamaan ciri khas kepribadian dan tingkat kehidupan mereka. Dengan mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan mereka pada saat ini atau yang akan datang, akan memotivasi mereka untuk lebih giat dalam belajar.
Relevance (relevansi) merupakan komponen kedua dari model ini. Keller menjelaskan bahwa relevansi yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang. Dalam kegiatan pembelajaran pasti ada relevansinya dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang, pengalaman yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang.
Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu apabila kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka dan mempunyai tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas, mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan diperolehnya. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru tersebut, sehingga kesenjangan itu dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.
c. Interest (Minat)
Guru yang inovatif dan tidak monoton akan membuat siswa tertarik dengan pelajaran yang akan diajarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran dan memberi kesempatan siswa untuk berpartisipasi secara aktif.
Interest (minat/perhatian) merupakan komponen ketiga dalam model ini. Komponen ini menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan minat/perhatian. Keller menjelaskan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan, melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini guru harus membangkitkan dan memelihara minat/perhatian siswa yang memungkinkan mereka terlibat secara fisik dan mental dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan kata lain, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan menfokuskan minat/perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Menurut Woodruff (Djamaah, 2001 : 126) menyatakan bahwa belajar tidak terjadi tanpa adanya minat/perhatian. Adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka.
Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar siswa.
d. Assessment (Evaluasi)
Assessment (evaluasi) merupakan komponen keempat dalam model pembelajaran ini. Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self -assessment) bahkan terhadap teman mereka. Hal tersebut akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Soekamto (Djamaah, 2001 : 462) menyatakan bahwa evaluasi diri mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya.
Bagi guru, evaluasi merupakan alat untuk memonitor perkembangan siswa terhadap materi yang diajarkan. Sedangkan bagi siswa, evaluasi dapat menjadi sarana mengetahui kemampuan diri dalam memahami suatu materi. Dengan memberikan evaluasi yang objektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi akan menjadi motivator siswa untuk meningkatkan prestasi belajar yang ingin dicapai.
Dengan demikian, evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa hal ini seperti yang diungkapkan oleh (Djamaah, 2001 : 461 - 462) menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid, yang mana bagi guru evaluasi ini merupakan alat untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang dicapai oleh siswa, disamping itu pula untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok, untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar.
Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki dan dapat mendorong siswa untuk belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berperstasi. Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran.
e. Satisfaction (Kepuasan)
Berhubungan dengan rasa bangga akan hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Pemberian reward (penghargaan) yang pantas atas keberhasilan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat menjadi sarana untuk mempengaruhi hasil belajar mereka. Penghargaan tidak selalu berbentuk materi. Doa, pujian, ucapan tulus maupun senyuman simpatik dari seorang guru akan menimbulkan rasa bangga pada diri siswa dan mendorong mereka untuk berusaha memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya serta memotivasi siswa lain untuk memperoleh hal serupa.
Satisfaction (kepuasan dan rasa bangga) merupakan komponen kelima model pembelajaran ini. Kepuasan atas keberhasilan yang telah dicapai ini perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa, yang mana bahwa kepuasan dan rasa bangga atas keberhasilan yang telah dicapai tersebut menjadi penguat bagi siswa untuk mencapai keberhasilan berikutnya. Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan kepuasan pada siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran. Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan memberikan kepuasan tersendiri bagi siswa, dan siswa akan berupaya untuk mencapai tujuan lainnya dengan berhasil pula. Kepuasan sangat dipengaruhi oleh konsekuensi yang akan diterima oleh siswa, yang mana konsekuensi ini dapat berupa penghargaan atau reward atas keberhasilan yang diperoleh siswa.
Kebanggaan dan kepuasan yang timbul dari dalam diri individu sendiri disebut dengan kebanggaan intrinsik dimana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu, sedangkan kebanggaan dan kepuasan yang timbul karena pengaruh dari luar individu yaitu dari orang lain atau lingkungan disebut dengan kebanggaan ekstrinsik. Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat perhargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain maupun dari lingkungannya. Memberikan penghargaan (reward) merupakan suatu pengutan (reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, memberikan penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk itu, rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa.
Senin, 26 Desember 2011
Model Pembelajaran ARIAS
Posted by
Mr. zan
Labels:
Model-model Pembelajaran
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
referensi nya dari mana?
BalasHapus