Digembleng Rasulullah dari Kecil. Dialah bayi Muhajirin pertama yang lahir di Madinah setelah Rasulullah hijrah ke sana . Di antara anggota rombongan kaum Muhajirin yang mengikuti perjalanan hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah, terdapat seorang wanita yang tengah hamil tua. Dia adalah Asma binti Abu Bakar. Sesampai di Dusun Quba, Asma melahirkan bayi lelaki. Bayi itu kemudian dibawa ke rumah Rasulullah. Baginda Nabi lalu mencium dan mengecup mulutnya sebagai tanda suka cita. Bayi itu kemudian diberi nama Abdullah.
Para sahabat tak kalah antusiasnya. Mereka mengarak Abdullah bin Zubair berkeliling kota sambil membaca takbir. Dialah bayi Muhajirin pertama yang lahir di Madinah, sekaligus menepis tiupan isu fitnah orang-orang Yahudi lokal yang menyatakan bahwa rombongan orang-orang Makkah tidak bakal melahirkan selama tinggal di Madinah.
Abdullah tumbuh besar berdampingan dengan Rasulullah. Masa mudanya dilalui tanpa noda, hidup sederhana, tekun beribadah, dan keimanannya kuat. Ketika umurnya 27 tahun, ia telah melanglang buana hingga ke Afrika Utara, Andalusia, dan Konstatinopel sebagai prajurit yang tangguh.
Ia ikut merasakan pertempuran yang tak seimbang tapi penuh keberhasilan, 20.000 tentara muslimin mengalahkan 120.000 tentara musuh. Tidak cuma itu, dia juga berhasil membunuh raja Barbar yang konon mahir membangkitkan semangat pasukannya hingga berani mati.
Untuk menghormati keberhasilannya itu, Abdullah bin Abi Sarah, yang menjadi panglima pasukan, mengutus Abdullah bin Zubair menyampaikan berita kemenangan tersebut kepada Khalifah Usman bin Affan di Madinah.
Abdullah diberi umur panjang. Ia masih hidup ketika Muayiwah bersitegang dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib, bahkan sampai pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan.
Pada masa Muayiwah dia ditawari oleh Hushain bin Numair, panglima yang dikirim Yazid, agar bersedia berdamai dengan Muawiyah. Dia akan diajak ke Syria dan dibaiat di sana. Namun hal itu ditolaknya mentah-mentah. Menurutnya Syria harus dihukum atas dosa-dosa dan kekejamannya terhadap kota Madinah.
Pada saat berkuasa, Abdul Malik bin Marwan mengepung Makkah, yang dijadikan ibukota oleh Abdullah bin Zubair ketika ia menjadi amirul mukminin. Sebelumnya, orang-orang Bani Umayah yang membencinya, melancarkan serangan bertubi-tubi. Abdul Malik bin Marwan kemudian mengirim Hajjaj dan tentara bayarannya mengepung Makkah selama enam bulan.
Karena tekanan bahaya kelaparan, banyak yang menyerah, hingga Abdullah bin Zubair tinggal sendirian. Ia konsekuen menghadapi musuhnya sampai titik darah penghabisan, meski kesempatan untuk menghindar ada dan ia telah uzur.
Di saat-saat terakhir itu Abdullah bin Zubair menemui ibunya. Setelah mendengar pemaparan kejadian yang dihadapi anaknya, Asma binti Abu Bakar malah menyerukan agar sang anak mempertahankan prinsipnya.
“Anakku, kamu tentu lebih tahu tentang dirimu. Bila kamu merasa berada di jalan yang benar dan berusaha mencapai kebenaran itu, sabar, dan tawakallah dalam melaksanakan tugas ini. Tidak ada kata menyerah dalam berjuang melawan kebuasan budak-budak Bani Umayah. Tapi jika merasa hanya mengharapkan dunia, kamu adalah seburuk-buruknya hamba, kamu celakakan dirimu sendiri serta orang-orang yang tewas bersamamu.”
“Demi Allah, wahai ibuku, aku tidak mengharapkan dunia atau ingin mendapatkannya. Aku tidak akan pernah melakukan aniaya dalam hukum Allah, berbuat curang atau melanggar batas,” jawab Abdullah takzim.
“Aku mohon kepada Allah, semoga ketabahan hatiku menjadi kebaikan bagi dirimu, baik kamu mendahuluiku menghadap Allah maupun aku.”
“Ya Allah, semoga ibadahnya sepanjang malam, puasa sepanjang siang, dan bakti kepada kedua orangtuanya, Engkau terima, disertai cucuran rahmat-Mu. Ya Allah, aku serahkan segala sesuatu tentang dirinya kepada kekuasaan-Mu, dan aku ikhlas menerima keputusan-Mu. Ya Allah, berilah aku pahala atas segala perbuatan Abdullah, pahala orang yang sabar dan bersyukur.”
Tak berapa lama Abdullah terlibat dalam pertempuran sengit yang tak seimbang. Ia mendapat pukulan maut yang merenggut nyawanya. Tanpa ampun Hajjaj pun menyalib tubuhnya yang telah hancur itu dengan rasa kemenangan yang luar biasa. Nafsu balas dendamnya terpuaskan.
Asma binti Abu Bakar hanya dapat menyaksikan tubuh putranya di tiang salib. Hajjaj menghampiri dan berkata, “Wahai Ibu, Amirul mukminin Abdul Malik bin Marwan berpesan agar aku memperlakukan ibu dengan baik. Apa yang Ibu butuhkan?”
“Aku bukan ibumu dan aku tidak membutuhkan bantuanmu. Aku hanya ingin menyampaikan hadits yang pernah aku dengar dari Baginda Nabi, ‘Akan muncul dari Tsaqif seorang pembohong dan durhaka.’ Adapun si pembohong telah sama-sama kita ketahui. Dan si durhaka itu tidak lain adalah kamu!”
Ucapan Asma binti Abu Bakar yang tegas itu membuat semuanya terdiam
0 comments:
Posting Komentar